Wednesday, March 19, 2014

Tradisi Pulang Kampung



          Tradisi Pulang KAMPUNG
            Saya akan memposting tentang tradisi pulang kampung yang ada di lingkungan saya , karena tradisi ini sering dilakukan pada saat perayaan hari besar
Idul Fitri, Lebaran, dan sejumlah aneka nama lain disematkan berbagai bangsa untuk menandai berakhirnya bulan suci Ramadhan di dunia. Inilah hari dimana umat muslim salat bersama di pagi hari dan kemudian bersilaturahmi saling bermaafan.  Tradisi mudik menjadi sangat fenomenal karena dilakukan oleh ribuan orang bahkan jutaan masyarakat indonesia. Sehingga tradisi ini menjadi sebuah sorotan dan menjadi tradisi khas di Indonesia. 
Pada umumnya masyarakat Indonesia menjelang Lebaran atau Idul Fitri, rutin pulang ke kampung halaman alias mudik. Mereka tak peduli betapa pun kesulitan yang dihadapinya untuk mudik lebaran. Seperti : berdesak-desakkan di kareta, berjubel di bis, dan kemacetan panjang di perjalanan. Begitu juga kalau memakai sepeda motor dengan resiko kepanasan dan kehujanan. Semua itu dilakukan dalam rangka merayakan hari Lebaran di kampung halaman, sekaligus untuk ajang silaturahmi bersama sanak-keluarga.
Mudik sudah menjadi  tradisi dikala lebaran. Jutaan masyarakat Indonesia yang merantau berbondong-bondong pulang kampung.  Mudik atau pulang kampung adalah hal yang dinantikan dan sekaligus merupakan salah satu kebahagiaan tersendiri, karena mereka senantiasa rindu untuk pulang ke asal muasal  yaitu kampung halaman serta kangen akan kasih sayang dan belaian kasih kedua orang tua tercinta.
 

Istilah Mudik
Mudik bermakna pergi ke “udik” atau pulang ke kampung halaman. Setidaknya begitulah seperti yang disebutkan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Sedangkan menurut pengertian Wikipedia berbahasa Indonesia, mudik adalah kegiatan perantau/pekerja migran untuk kembali ke kampung halamannya. Mudik berasal dari bahasa jawa “Mulih Dhisik” yang artinya pulang dulu.  Istilah mudik mengalami sinkronisasi dengan istilah Idul Fitri. Ia lebih ditekankan pemaknaannya pada waktu menjelang idul fitri. Padahal selain idul fitri pun orang yang kembali ke kampung halaman tetap saja disebut mudik juga.
Tradisi  mudik yang selalu dikaitkan dengan lebaran, terjadi awal pertengahan dasawarsa 1970-an, ketika Jakarta tampil sebagai  salah satu  kota besar  di Indonesia yang mengalami kemajuan luar biasa. Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Ali Sodikin (1966-1977),  berhasil disulap menjadi kota Metropolitan. Bagi penduduk kota-kota lain, terutama orang-orang udik, Jakarta menjelma menjadi  kota impian, Jakarta menjadi tempat penampungan orang-orang udik yang di kampung tidak beruntung dan di Jakarta seolah-olah akan kaya. Lebih dari 80% para urbans ini datang ke Jakarta hanya untuk mencari pekerjaan. Di Jakarta eksistensi mereka tenggelam, sementara legitimasi sosial atas keberadaan mereka juga tak kunjung datang. Itulah sebabnya kehadiran mereka di Jakarta akan dapat memenuhi harapan hidupnya.
 
            Lebaran adalah momentum yang tepat untuk itu, sebab pada hari lebaran ada dimensi keagamaan, ada legitimasi seolah-olah lebaran adalah waktu yang tepat untuk berziarah. Mudik  ke kampung halaman adalah kamuflase dari semangat memperoleh legitimasi sosial dan menunjukkan eksistensinya.
Itulah awal mula pulang kampung atau mudik menjadi tradisi yang seolah-olah mempunyai akar budaya. Jadi sesungguhnya,  tradisi mudik lebih disebabkan oleh problem sosial dan sama sekali tidak didasarkan oleh akar budaya.   Sebagian besar para pemudik itu adalah kelompok masyarakat menengah ke bawah yang ingin menunjukkan kepada masyarakat udiknya seolah-olah di Jakarta mereka telah mencapai sukses.
               Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya yang beragama Islam, menjelang Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran adalah momentum untuk melakukan tradisi pulang kampung atau yang lazim disebut mudik. Fenomena mudik yang terjadi di Indonesia merupakan hal unik dan tidak ditemukan di negara lain terutama jumlah masif pemudiknya dalam waktu yang hampir bersamaan sekitar 1 minggu sebelum hari H dan arus balik dalam seminggu setelahnya.Saat mudiklah maka para perantau  yang bekerja di ibu kota pulang ke kampung halamannya. Berikutnya ibu kota akan terlihat lengang, tidak seperti biasanya yang padat dan ramai.
          Itulah awal mula pulang kampung atau mudik menjadi tradisi yang seolah-olah mempunyai akar budaya. Jadi sesungguhnya,  tradisi mudik lebih disebabkan oleh problem sosial dan sama sekali tidak didasarkan oleh akar budaya.   Sebagian besar para pemudik itu adalah kelompok masyarakat menengah ke bawah yang ingin menunjukkan kepada masyarakat udiknya seolah-olah di Jakarta mereka telah mencapai sukses.
                   Sebuah tradisi yang dilakukan berulang ulang kali dan turun temurun setiap menjelang akhir  Ramadhan dan Idul Fitri adalah tradisi mudik atau pulang kampung. Orang atau keluarga yang merantau serasa belum sempurna Ramadhannya dan  ber-Idul Fitri jika belum pulang kampung, walaupun mungkin dalam pelaksanaan Ibadah Ramadhan tidak melaksanakan (secara lengkap) puasa atau tidak menjalankan Sholat Tarawih serta Sholat lima waktu, namun dalam ber-Idul fitri berupaya semaksimal mungkin bagaimana dapat pulang kampung dan melaksanakan Sholat Id di kampung halaman dengan baju baru dan penampilan baru, atau barang kali juga memperkenalkan istri atau suami atau menantu baru, bertemu dengan keluarga dan handai taulan.
 


No comments:

Post a Comment