Wednesday, March 26, 2014

The Vampire


                                                      The Vampire

Yuki tertawa terbahak-bahak setelah Hizaki - dengan berapi-api dan penuh kemarahan - menceritakan apa yang terjadi tadi malam, bahwa ia sama sekali gagal untuk memangsa Teru karena Kamijo. Hizaki bahkan hanya bisa mencuri ciuman dari Teru. Dan Teru tidak tergoda untuk melanjutkannya karena terlalu polos dan khawatir terhadap keadaan Kamijo.

"Kau seharusnya prihatin, bukan tertawa, Yuki," kata Hizaki tersinggung.

"Maaf.. maaf..," ujar Yuki sambil menghapus airmatanya karena tertawa, "tapi memang sungguh menggelikan, Hizaki dear, bukan hanya karena kau gagal, tapi karena kau gagal oleh anak kecil." Yuki terkekeh lagi.

"Aku tidak peduli! Aku pasti akan mendapatkan dan memenangkan hatinya!" balas Hizaki panas.

"Kau yakin? padahal kau ditinggalkan begitu saja olehnya setelah dia mendengar kabar .... siapa namanya?" tanya Yuki.

"Kamijo." jawab Hizaki pendek, wajahnya masih kesal.

"ya, Kamijo. Nah, itu bukti bahwa kau masih belum terlalu penting untuknya."

"Ngomong-ngomong soal Kamijo, apa kau tidak penasaran?" tanya balik Hizaki.

"Vampir itu? Yang mengancammu itu?" Yuki terdiam sebentar. "Yah.. cukup mengherankan karena dia tinggal bersama anak kecil itu tapi tidak memangsanya. Kurasa dia serius dengan ucapannya, anak kecil itu miliknya."

Hizaki menerawang. "...kau tau, Yuki, ketika kami berhadapan dan dia mengeluarkan sihirnya, udara yang kurasakan berat sekali. Dia pasti bukan vampir sembarangan... Dan kalau menghadapinya sendiri, aku tidak yakin menang."

"Jadi, apakah ini berarti kau menyerah untuk mendapatkan Teru?" harap Yuki.

"Kau gila! Mana mungkin aku menyerah! Tidak-akan-pernah!" seru Hizaki panas. Mata Hizaki kembali berkilat-kilat penuh ambisi, dan berkata, "Kalau perlu aku akan merebut Teru di depan hidung vampir busuk itu. Aku ingin melihat bagaimana wajah sombongnya ketika itu.. hahahaha!" Hizaki tertawa nyaring.

Teru sedang sarapan ditemani oleh kepala pelayannya. Teru menyendokkan sarapannya dengan lesu. Sudah 2 hari, namun Kamijo belum sadar juga, pikirnya khawatir. Pikirannya silih berganti antara Hizaki yang belum ia temui lagi dengan Kamijo yang belum sadar. Hatinya terbagi, ia kangen Hizaki, namun ia tidak bisa meninggalkan Kamijo.

Teru tidak sadar Kamijo masuk ke ruang makan tersebut karena dia sedang melamun, hanya memutar-mutarkan sendoknya tanpa memakan sarapannya. Kepala pelayan yang melihat Kamijo, spontan membungkuk dan berkata, "Tuan Kamijo, selamat pagi."

Kaget, Teru segera berbalik dan mendapati Kamijo di ambang pintu, sedang melihatnya dan tersenyum kepadanya.

"Kamijo!" seru Teru ceria. Senyum mengembang di wajahnya yang tadi terlihat tidak bersemangat.

"Jadi, kenapa pangeran kecilku ini belum menghabiskan sarapannya?" tanya Kamijo sambil berjalan ke arah Teru dan mencium kening Teru. "Selamat pagi.." Dan duduk di depan Teru.

"Kau sudah sadar!" seru Teru bersemangat.

"Ah.. ya, begitulah."

"Aku sangat khawatir.. Kau tiba-tiba seperti itu, berbaring lemah bahkan tidak sadarkan diri.. Kau kenapa, Kamijo-san? Ketemu pembasmi vampir?"

"Ah.. bukan.. Aku.." Kamijo diam sebentar, mencari-cari alasan dan mencoba mengarang cerita. Sebenarnya, Kamijo sama sekali tidak sakit. Dia hanya berpura-pura agar waktu itu Teru segera pulang sebelum Hizaki sempat melakukan sesuatu. Dan agar dramanya meyakinkan, dia sengaja pura-pura sakit selama 2 hari.

"Kau kenapa?" tanya Teru lagi.

"Yahh.. kurasa aku.. keracunan." kata Kamijo sambil menyilangkan jarinya di bawah meja. Dan dalam hati mengutuk dirinya sendiri, mengarang cerita yang membuatnya tampak bodoh di depan Teru. Keracunan? Tidak bisakah kau mengarang cerita kau bertemu vampir hebat dan terpaksa bertarung dengannya lalu dengan susah payah menang darinya? Cerita heroik mungkin membuat Teru kagum! pikir hatinya.

"Keracunan??" tanya Teru panik.

"Mm..mungkin.. kurasa.. aku menghisap manusia yang salah."

"Berarti di luar sana juga ada manusia setengah vampir sepertiku?? Dan bagimana mungkin kau bisa salah memilih? Bukannya kau seharusnya bisa membedakannya?"

Sial! kutuk Kamijo dalam hati, tidak menyangka Teru akan bertanya seperti itu. "Ah bukan.. Dia bukan manusia setengah vampir, aku yakin.. karena kalau iya, aku pasti tidak selamat. Dia mungkin mengidap penyakit atau apa, sehingga darahnya tercemar. Dan aku baru menyadarinya pada tetesan terakhir sebelum dia mati. Sudah terlambat.. aku segera pulang, dan begitulah, selanjutnya kau yang tau aku bagaimana.."

"Begitu.." masih terlihat rona kekhawatiran di wajah Teru. Kamijo tersenyum menenangkan.

"Tenanglah.. aku tidak apa-apa kan sekarang?"

"Ya, aku senang kau tidak apa-apa." kata Teru akhirnya dan ia kembali tersenyum ceria.
  "Ya, dia sudah tidak apa-apa sekarang. Aku senang sekali." kata Teru berbicara dengan seseorang di telepon. "Ya, bagaimana? oh ya, aku bisa pergi sekarang.. Kita ketemu dimana?" tanya Teru.
"Baik, kita ketemu nanti malam ya. Sampai ketemu, Hiza-chan.." kata Teru sambil menutup telepon. Dia tersenyum ceria.

Teru sedang memakai sepatunya ketika Kamijo bertanya, "Mau pergi?" Intonasi Kamijo agak dingin.

"Iya," jawab Teru.

"Ke tempat Hizaki?" tanya Kamijo tanpa basa-basi, dan suaranya terdengar semakin dingin.

Teru berbalik menatap Kamijo. Bingung dengan intonasi Kamijo yang tidak biasanya.

"Tidak sekarang," kata Teru dan ia tiba-tiba menyadari sesuatu. "Dan.. bagaimana kau tau namanya Hizaki, Kamijo-san? Aku belum pernah menceritakan tentangnya kepadamu," ujar Teru, curiga. Kamijo diam saja.

"kau.. mengikutiku?? Kau menguntitku kan??!" tanya Teru marah. Kamijo masih diam. "Aku sudah bilang, aku bukan anak kecil lagi, Kamijo-san! Dan aku benci dikuntit!" teriak Teru marah.

Rahang Kamijo mengeras. Dia juga marah. Bukan marah pada Teru karena berteriak kepadanya, tapi marah kepada Hizaki yang membuat Teru berpaling darinya.

"Kau berjanji padaku satu hal kan, kid?" tanya Kamijo, kali ini suaranya sudah tidak dingin lagi. "Kau janji akan melakukan apapun yang aku minta. Nah aku mau, kau putus hubungan dengan Hizaki." kata Kamijo tegas.

Teru terkesiap. Ia marah. Bagaimana mungkin Kamijo memanfaatkan utangnya untuk hal seperti ini?

"Kau curang! Itu tidak adil!" protes Teru marah. "Aku menyukainya!! Aku tidak mau putus dengannya! Dia wanita yang baik!"

"Dia seorang laki-laki!" bentak Kamijo.

"Apa?!" dengking Teru tidak percaya. Dia terdiam sebentar karena kaget, tapi lalu kembali berteriak, "Kau bohong! Aku benci kau, Kamijo-san!" Dan berbalik, lari keluar rumah.

"Teru!!" panggil Kamijo. Tapi Teru sepertinya tidak peduli, dia terus berlari. Melihat Teru menghilang di kejauhan, Kamijo hanya bisa menghela nafas.

"Bertengkar dengan tuan muda, Tuan Kamijo?" tanya kepala pelayannya sambil membawakan Kamijo air dingin.

Kamijo menghela nafas. "Yaah.. begitulah." Kamijo mengambil air dingin itu dan meminumnya. Setelah selesai ia mengembalikan gelasnya kepada kepala pelayan tersebut. "Mungkin aku juga yang salah."

"Kalau saya boleh berpendapat, anda hanya terlalu melindunginya, tuan. Tuan muda sudah dewasa, sudah bisa melindungi dirinya sendiri," kata kepala pelayan itu.

Kamijo terdiam dan dalam hati ia berkata, justru karena dia sudah dewasa maka aku semakin melindunginya, agar dia tidak berpaling dariku...

No comments:

Post a Comment